Ini Bahagiaku, mana Bahagiamu?


Hidup memang punya warna tersendiri bagi setiap pelakunya. Dan warna itu tidak pernah tetap. Sang waktu kadang mengubahnya menjadi lebih terang, dan kadang menggelapkan warna hidup. Sebagai pelaku hidup, kita hanya bisa berjuang sebisanya. Sebisanya bukan berarti sudah merasa cukup berjuang. Karena berjuang tidak pernah cukup, berjuang itu terus, berjuang itu berkesinambungan. Masalahnya, perjuangan tak pernah mudah, dan berjuang tidak akan pernah selesai. Terlebih berjuang untuk mencari bahagia.
Aku bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang menginspirasi. Mereka memang bukan orang-orang besar. Bukan pula orang orang cerdas dengan rentetan prestasi mencengangkan. Mereka, orang-orang yang menikmati hidup dengan cara mereka sendiri. 
Dan dari mereka aku belajar bahwasanya hidup bahagia tak mesti di lingkungan yang terlihat membahagiakan. Hidup senang tak melulu soal uang. Bagi mereka, bahagia adalah berbagi cerita. Ada pula yang bahagianya adalah secangkir kopi ditemani petikan dawai gitar. Ada lagi yang bahagianya adalah menahan lapar sebisa mungkin untuk berhemat agar bisa memenuhi keinginannya. Ada lagi yang bahagianya adalah menyendiri.
Nikmat hidup adalah soal bersyukur. Dan syukur yang tulus adalah menjalani tanpa menggerutu. Menjalani hidup sebisanya. Bagiku, bahagia bukanlah sesuatu yang harus dikejar. Bahagia adalah menikmati kejaran waktu, menikmati setiap detik yang aku lalui dengan keributan di otakku. Menyelesaikan beberapa pekerjaan yang bagi orang lain sia-sia. Menikmati sesuatu tanpa memikirkan materi. Itu caraku menikmati hidup.
Bahagia, tak semudah yang kutuliskan, tapi juga tak sesulit yang kau bayangkan, kawan.
Lanjut!